Oleh Abdul Khalik, S.PdI., C.IJ., C.PW.
Owner: Media Wartasasambo.com, Lensasasambo.com dan Klikfakta38.com
Klik Fakta38 – Gagasan membentuk Koperasi Merah Putih di setiap desa memang terdengar heroik, seolah menjanjikan kebangkitan ekonomi rakyat dari akar rumput. Namun, sebelum kita larut dalam euforia seremoni dan jargon “pemberdayaan”, mari sejenak menunduk dan menatap kenyataan pahit: apa arti koperasi di setiap desa jika sumber daya manusianya masih tertatih?
Sering kali, pemerintah terlalu bersemangat menggulirkan program atas nama “kesejahteraan rakyat”, tapi alpa membangun fondasi paling penting: kapasitas manusia dan sistem pengawasan yang kuat. Semangat merah putih saja tak cukup. Tanpa SDM yang mumpuni, koperasi hanya akan menjadi “kandang tikus berdasi” megah di luar, tapi diam-diam dijadikan ladang korupsi berjamaah di dalam.
Fakta di lapangan membuktikan: di banyak desa, kemampuan manajerial aparat dan masyarakat dalam mengelola BUMDes masih minim. Transparansi masih sebatas jargon. Tata kelola hanya hiasan di papan visi-misi. Audit? Formalitas tahunan. Lebih parah lagi, BUMDes acap kali menjadi kendaraan politik elit lokal untuk menguras dana bantuan atas nama “pemberdayaan”.
Ini bukan sentimen pribadi. Saya bukan anti koperasi, bukan pula musuh BUMDes. Justru saya ingin koperasi benar-benar menjadi pilar ekonomi desa. Tapi mari realistis. Tanpa SDM yang handal dan pengawasan yang transparan, Koperasi Merah Putih berpotensi menjadi proyek gagal selanjutnya atau lebih buruk, menjadi modus baru korupsi berjubah “kesejahteraan”.
Sebelum menggulirkan program ini secara massal, pemerintah seharusnya melakukan dua hal mendasar:
- Revolusi SDM Koperasi Desa: Pelatihan intensif, sertifikasi, dan pendampingan oleh tenaga profesional. Bukan sekadar bimtek formalitas yang berakhir di sertifikat tanpa kompetensi.
- Pengawasan Digital dan Partisipatif: Audit terbuka dan berbasis teknologi, yang bisa diakses dan diawasi langsung oleh warga desa. Supaya koperasi benar-benar milik rakyat, bukan hanya di atas kertas.
Jangan jadikan semangat merah putih sebagai tameng untuk menutupi borok tata kelola desa yang koruptif. Karena jika dibiarkan, Koperasi Merah Putih bukan akan menjadi simbol kebangkitan ekonomi rakyat, tapi justru bendera setengah tiang atas matinya harapan mereka.











